Karya : Yuri Maulydina
Tidak ada yang mampu menggantikan kebahagiaan saat sedang bersama
ibu. Namun, berbeda dengan Kandra. Kandra telah retak hubungan dengan ibunya.
Selalu dalam pikirannya adalah ibu yang ia miliki saat ini tidak pantas untuk
dicintainya lagi. Tidak sama dengan anak- anak lain yang menyalim tangan
ibunya. Buat Kandra hal seperti itu sungguh memuakkan.
Di Pagi hari
Ibu : “Anakku, ibu sudah menyiapkan bekal untukmu ke
sekolah.”
Kandra : “Tidak perlu, bu. Aku sudah besar, tidak usah
diperlakukan seperti anak kecil.”
Ibu : “Tapi nak, ini makanan kesukaanmu. Kamu pasti akan
menyukainya.”
Kandra : “Aku bilang tidak usah bu.” (jawab Kandra dengan
nada tinggi)
Ibu : “Ya sudah kalau begitu ya nak. Kamu hati-hati ke
sekolah, sukses ya anakku.” (kata Ibu sambil terbatuk-batuk)
Kandra tidak pernah mau peduli dengan ibunya, sekalipun hari
ini ibunya sedang sakit. Kandra tetap pergi ke sekolah dan tidak mau tahu
tentang keadaan ibunya.
#
Kandra memiliki genk di sekolahannya, bernama Triple
Contrast. Yang terdiri dari Wanda, Valin, dan Juana.
Ketika jam istirahat di sekolah, Triple Contrast mulai
menduduki teras depan kelas mereka.
Wanda : “Kau kenapa ndra? Pasti ada masalah ya?” (sambil
memegang bahu Kandra)
Valin : “Ya, ilmu firasatku bilang dia bermasalah lagi sama
ibunya.” jawab Valin
Kandra : “Aku tak ngertilah sama ibuku. Benci kali aku sama
dia, masa ya tadi pagi aku disuruh bawa bekal. Dia pikir aku anak kecil!” ucap
Wanda dengan kesal
Wanda : “Gak salah juga kan bawa bekal ? Itu buat perut kau
juga.”
Valin : “Anak kayak Kandra mana mau sih bawa bekal, wan.”
Kandra : “Dia itu ya tumben siapin aku bekal, biasanya kan
bodo amat sama aku wan.”
Valin : “Tapi gimanapun juga ibu kau itu, jangan sampai kau
jadi anak durhaka. Sudah banyak sejarah tentang anak durhaka.”
Kandra : “Val, kau tak tau permasalahannya. Lebih baik kau
diam!”
Wanda : “Ndra, aku tau kau kesal. Tapi jangan begini juga,
setiap kali kau ada masalah selalu saja seperti ini. Aku tak suka liatnya!”
(pergi dengan kesal)
Karena melihat Wanda pergi, Kandra pun juga ikut pergi
meninggalkan Valin sendiri di teras itu. Lalu Kandra pergi mencari Juana,
karena Kandra tahu yang bisa membantunya cuma Juana. Setelah mencari Juana
ternyata dia diperpustakaan sibuk dengan hp nya.
Kandra : “Ju....” (teriak dari arah pintu perpustakaan)
Juana pun menoleh kearah suara Kandra lalu dia melambaikan
tangan.
Kandra : “Kau ada disini rupanya. Akhirnya aku ketemu kau.
Aku tak tahu lagi harus cerita ke siapa.”
Juana : “Mengenai ibu kau itu ?”
Kandra : “Iya.” (dengan suara yang lemas)
Juana : “Sudahlah, tak usah jadi beban buat kau. Anggap saja
dia sebagai orang yang cuma numpang lewat dihidup kau. Aku tahu kau benci sama
dengan ibu kau, aku juga begitu. Tapi tak mau lagi ku uruskan masalahku dengan
ibuku.”
Kandra : “Tapi kali ini Wanda marah sama aku begitu juga
Valin yang menceramahiku.”
Juana : “Kau karena terlalu emosi. Biarkan saja mereka dulu.
Sudahlah aku mau balik ke kelas dulu, aku ingin tidur. Kau juga ikut ?”
Kandra : “Ya, aku juga harus belajar untuk ulangan nanti.
Bel pulang sekolah pun berbunyi, seperti biasa Kandra selalu
pulang dengan Juana. Tapi hari ini dia bertemu dengan seorang pengemis di jalan
perempatan rumahnya.
Pengemis : “Wahai anak malang. Begitu kasihannya dirimu,
nak. Kau harus cepat merubah kebencianmu kepada ibumu itu. Kau akan menyesal
nak.” (memegang tangan Kandra dari arah yang berlawanan)
Kandra : “Eh, pengemis. Apa maksud mulut
kau itu ?”
Pengemis : (memegang dadanya) “Berani sekali kau bilang itu
kepadaku, nak. Aku bisa melihat apa yang terjadi nanti. Kau tidak boleh benci
dengan ibumu, jangan dengarkan teman mu yang tidak benar itu. Ibumu sungguh
menyayangimu, nak”
Kandra : “Tolong ya, bapak pengemis. Jangan buat skenario
yang aneh. Saya tahu maksud bapak adalah ingin menipu saya. Jangan sok tahu
dengan kehidupan saya.” (pergi dengan angkuhnya –membuang
muka-)
Pengemis : “Kau akan menyesal nanti, haha.” (teriak si
pengemis dari kejauhan)
Kandra pun secepat
mungkin menjauh dari pengemis itu dan sibuk membersihkan tangannya yang
dipegang oleh si pengemis. Lalu dia berlari dengan cepat menuju rumahnya.
#
Sesampai dirumah..
Kandra sangat terkerjut karena kehadiran guru bimbingannya
disekolah. Dia bingung mengapa guru nya itu bisa datang kerumahnya.
Kandra : “Iiiiibuu dina...”
Ibu Dina : “Ya kandra. Saya kesini ingin menyampaikan
sesuatu ke kamu. Kabar ini sudah saya beritahu ke Wanda dan Valin tadi. Dan
sekarang saya harus menyampaikan berita ini ke kamu.”
Kandra : “Tentang apa ya bu?”
Ibu Dina : “Ini mengenai Juana. Dia memakai bahan narkotika,
ndra.”
Kandra : “Ibu bercanda ya ?”
Ibu Dina : “Tidak kandra. Selain menggunakan obat dia juga
mengalami gangguan psikis cukup hebat.”
Kandra : “Apa ?” (dengan wajah terkejut)
Ibu Dina : “Menurut pengakuan Wanda dan Valin, kamu memiliki
masalah yang sama dengan Juana.”
Kandra : “Juana lebih mengerti saya dibanding dengan Wanda
dan Valin.”
Ibu Dina : “Begini saya sudah meneliti sikap-sikap Juana
akhir ini. Dia amat berbeda dari sebelumnya, walaupun sekilas mata dia masih
normal.”
Kandra : “Maksudnya ibu dia sudah gila ?”
Ibu Dina : “Maaf, kandra. Saya sudah tahu ini sejak lama,
tapi saya menyimpannya dari kalian bertiga. Saya harap kamu jangan kaget
seperti Wanda dan Valin.”
Kandra : “Katakan saja, bu.”
Ibu Dina : “Kamu punya masalah dengan ibumu sama dengan
Juana, bukan ?”
Kandra : (mengangguk dan diam)
Ibu Dina : “Ibunya
sudah lama meninggal, kandra. Sekitar dua tahun yang lalu dia meninggal.
Juana bilang dia bermasalah dengan ibunya, karena dia tidak terima kenyataan
bahwa ibunya sudah meninggal. Ditambah lagi dengan dia tinggal bersama ayah
tirinya.”
Kandra : “Tapi kenapa dia harus bohong dengan kami?”
Ibu Dina : “Dia amat menderita, kandra. Ibu yang diakuinya
sebagai ibu yang jahat adalah orang yang sangat dia sayang. Bahkan ayah tirinya
telah melakukan tindakan kekerasan seksual ke Juana. Ibu pun baru tahu hal itu kemarin setelah kerumahnya dan ini harus segera diselesaikan.”
Kandra : (menangis)
Ibu Dina : “Apa masalah kamu dengan ibumu ?”
Kandra : “Dua tahun lebih bu saya menahan derita ini
sendiri. Bahkan Wanda dan Valin hanya tahu saya benci dengan ibu tanpa tahu
alasan saya. Ibu egois, dia tidak mementingkan anaknya. Kenapa dia harus pisah
dari ayah saya ? Kalau seperti ini, dia banting tulang sendiri sedangkan saya
masih butuh biaya untuk kuliah nanti bu. Ibu jarang sekali perhatian ke saya
setelah pisah dari ayah. Dia lebih memilih kerja tanpa bertanya tentang
keseharian saya disekolah.” ( sambil menangis)
Dibalik tirai biru itu ternyata sang Ibu mendengar perkataan
anaknya. Ibu nya menjatuhkan airmata yang sangat banyak. Dengan kondisi yang
lemahnya, dia pun jatuh pingsan. Melihat ibunya pingsan, Kandra langsung
menhampiri ibunya. Lalu diangkat nya ibu ke dalam kamar, menunggu ibunya di
kamar, memegang erat tangan ibunya. Sedangkan Ibu Dina sedang menelpon
ambulance untuk datang kerumah Kandra. Hampir setengah jam akhirnya ambulance
datang kerumah itu. Membawa sang ibu menuju ke rumah sakit. Di dalam ambulance
Kandra masih tetap memegang tangan ibunya.
#
Di rumah sakit..
Keadaan Ibu yang belum diketahui Kandra membuatnya semakin
khawatir. Dia terus menangis melihat sang Ibu berada di ruang ICU dengan
lemahnya. Lalu datang Wanda, Valin beserta ayah Kandra. Saat melihat ayahnya,
dia langsung memeluk ayahnya sambil menangis.
Kandra : “Ayah.. Aku takut, yah. Ini semua karena
kesalahanku. Aku takut!!” (sambil menangis)
Ayah : “Tenanglah, anakku. Kita harus percaya dokter bisa
mengatasinya.”
Kandra : “Andaikan ayah dan ibu tidak pisah aku tak akan
seperti ini.”
Ayah : “Ikutlah kemari, nak. Kamu harus tahu hal ini.”
(menarik Kandra ke bangku penunggu)
Kandra mengelap air matanya, melihat ayahnya dengan serius.
Ayah : “Ibu mu salah paham nak. Ibu mu menyangka ada wanita
lain yang mengganggu keluarga kita. Padahal dia hanya teman, bukan wanita yang
ayah cintai. Ibumu lah satu-satunya yang ayah sayang nak. Tapi ibumu memilih
untuk pisah. Dengan upaya yang banyak ayah beritahu nak ke ibumu, tapi dia
tidak mau mendengarkan.”
Kandra : “Lalu ayah kenapa hanya diam ? Kenapa tidak menarik
kembali aku dan ibu ? Apa ayah sudah menikah lagi ?”
Ayah : “Tidak akan pernah, anakku. Di dunia ini yang ku
cintai hanya kamu dan ibumu.”
Kandra hanya memeluk ayahnya dan tetap menangis.
Valin : “Wan, ilmu firasat ku bilang akan terjadi hal buruk
yang menimpa Kandra.” (bisiknya ke Wanda)
Wanda : “Jaga bicara kau itu, pelankan sedikit. Suasana ini
tidak mengenakkan untuk Kandra.”
Valin merunduk terus dan takut melihat Kandra. Dia takut
Kandra semakin sedih, dia tetap menggigit mulutnya agar dia tak bicara dengan
Kandra. Tak lama dokterpun keluar dari kamar tersebut, dan..
Dokter : “Maaf. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Dia
tidak dapat di selamatkan karena dia sudah mengidap penyakit jantung stadium 4.
Sudah terlambat semuanya, saya permisi dulu.” (sambil menepuk bahu Kandra yang
dari tadi menangis)
Kandra mendengar hal itu langsung berlari ke arah kamar.
Lalu memeluk ibunya dengan erat, mencium kening dan terus menangisinya. Sungguh
tidak disangka semua ini akan terjadi padanya. Hal bertemu dengan si pengemis
membuat dia semakin tambah menyesal. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh
Kandra. Semuanya sudah terlambat. Bahkan ibunya mengalami penyakit parah dia
tidak mengetahuinya. Kandra, itulah namanya. Gadis yang masih duduk di bangku
SMA ini telah menuliskan cerita baru tentang anak durhaka. Dia hanya terus
menangis dan menangis. Kepergian ibunya telah menyadarkan dia bahwa ibu memang
sangat berarti. Tidak akan mungkin ada anak yang membenci ibunya, TIDAK ADA.
Surat Biru yang tertulis oleh Kandra untuk sang ibu
Ibu..
Aku sangat menyesal dengan semua ini
Andaikan aku tidak seperti itu
Mungkin sampai detik ini aku masih bersamamu
Ibu..
Aku akan selalu mengirim doa untukmu
Menuliskan surat untukmu
Agar kita tetap dekat
Ibu..
Aku akan menyusulmu suatu hari
nanti
Dan aku selalu meminta pada Allah
Semoga kita dipersatukan kembali
Menjadi keluarga yang utuh
Menjadi lebih bahagia dari kehidupan
disini
Menjadi sangat nyata untuk merangkul
kebahagiaan
Ibu..
Aku mencintaimu selamanya
Tunggulah aku disana
Dan tetaplah bahagia di sisi Nya